Kamis, 27 Maret 2008

Mengaca dari 'Fitna the Movie'

Ngilu rasanya, ketika kedua bola mataku tertuju pada pemberitaan di sebuah media elektronik. Entah yang keberapa kali sayyiduna Rosulullah Saw kembali dilecehkan. Kali ini pelcehan tersebut berasal dari negeri kincir angin, belanda. Tidak tanggung-tanggung, dalam film yang hanya berdurasi kurang dari enam belas menit tersebut sangat miris ketika menampilkan kepala kanjeng nabi terlilit sorban bom waktu yang pada akhirnya meledak.
Yah, film karya salah satu pimpinan partai kanan parlemen belanda geert wilders tersebut seakan ingin mengungkapkan islam dalam perspektif yang mereka fahami saat ini, yaitu islam yang rasis, islam yang kejam dan islam yang selalu saja menjadi biang keonaran di muka bumi.
Semenjak di luncurkannya film ini dalam website pribadi geert, tidak kurang dari 1.6 juta mata memelototi rumah maya tersebut. Laris manis memang, namun benarkah islam seperti yang mereka fikirkan? Benarkah islam diturunkan untuk memusuhi rumpun semit? Benarkah islam adalah inspirator atas teror yang akhir-akhir ini mengguncang dunia? Hasya lillah…
Tanpa harus menyalahkan orang lain, penulis ingin mengungkapkan hal-hal yang sekiranya kita semua perlu tahu. Memang dalam kitab suci umat islam tersebut semua telah mengetahui bahwa islam di turunkan kemuka bumi adalah sebagai rahmat untuk semesta alam. Namun, perlu di ingat juga bahwa musuh islam pun telah ada semenjak baginda Rosulullah Saw masih hidup. Betapa banyak orang yang mengatakan itu semua hanyalah 'sihrun mubin-baca sihir yang nyata-' demikian juga 'asâthirul awwalin-dongeng manusia lampau-'. Pernahkah kita mengingat berapa kali kanjeng nabi Saw di cap sebagai tukang sihir? Dan berapa kali beliau di tuduh sebagai tukang bohong? Kalau kita mengingat itu semua pastilah wajar penghinaan terhadap beliau dan islam mungkin akan berlanjut hingga akhir masa.
Jangan kemarahan yang kita lampiaskan, jangan teror yang seharusnya kita balaskan atas penghinaan mereka. Toh penghinaan yang mereka tuduhkan sangat logis ketika berargumentasi dengan fakta lapangan bahwa islam yang selama ini mereka saksikan sangat jauh dari apa yang disebut rahmatan lil 'alamin. Setitik air di panasnya terik akan sangat bermakna untuk menghilangkan dahaga. Demikian juga sedikit kasih sayang, senyum kita kepada dunia sangat mungkin akan bisa merubah wajah garang islam sebagaimana yang mereka imejkan.
Ya, merubah pemahaman mereka terhadap islam dengan bukti konkret dari kita akan membuka mata barat untuk menikmati cita rasa harmonis yang ditawarkan islam. Sudah saatnya islam tampil dengan muka dinamis, murah senyum, tigak dan garang dan menjadi solusi atas semua problematika yang muncul.
Wallahu a'lam

Jumat, 21 Maret 2008

Meneropong Maulid di Negeri Seribu Menara

Kamis 20 maret 2008, merupakan hari bahagia bagi seluruh umat islam sedunia. Pasalnya tepat pada hari itu adalah hari ulang tahun sayyidul anbiya yang ke sekian ribu kalinya. Semua bersuka cita atas kelahiran sang rahmat yang kelak akan menerangi seluruh jagat raya. Syahdan, terkisah pada hari kelahiran kanjeng nabi itu, seluruh burung-burung diangkasa bercericit, berkicau nan merdu memekikkan rasa syukurnya. Demikian juga dengan ikan-ikan yang berada di kedalaman lautan, semuanya bertahmid dan bertasbih mengumandangkan syukur mereka.

Lebih aneh lagi, ketika seluruh berhala yang berada di semenanjung arab tersebut berjatuhan yang akhirnya tersungkur ke bumi bersujud atas kelahiran khirul anam. Dan masih banyak lagi keajaiban serta keanehan yang terjadi dalam menyambut lahirnya sang legenda dunia, dialah kanjeng rosulullah Saw yang senantiasa di utus kemuka bumi ini untuk menebarkan rahmat dan kasih sayang, bukan permusuhan bukan pula perpecahan.

Rangkaian kejadian diatas mungkin hanya terjadi pada empat belas abad silam. Namun ruh keajaiban tersebut masih akan terus berlangsung hingga detik ini dan masa yang akan datang, hingga akhirnya dunia menutup mata. Seperti halnya yang terjadi di negeri seribu menara-baca mesir-. Mesir yang biasa disebut juga dengan negeri kinanah, negeri yang menyimpan banyak ulama dan auliya’, seakan tidak pernah mengucap kata lelah untuk terus menyambut dan merayakan salah satu hari besar umat islam ini. Banyak sekali agenda yang diadakan untuk kembali menyegarkan serta mengingatkan memori otak manusia tentang lahirnya manusia terbaik di muka bumi ini.

Di tengah terik matahari musim semi 2008, ribuan bahkan puluhan ribu kepala manusia memadati jalanan kompleks masjid sayyidina husein ra. Sebuah mesjid agung yang didalamnya menyimpan kepala manusia mulia, sayyid syabab ahlu aljannah (pemimpin pemuda ahli syurga) yang juga cucu dari baginda rosulullah Saw. Acara yang bertajuk ’maukib’ atau karnaval itu tak ayal banyak menyedot perhatian para turis mancanegara yang saat itu kebetulan sedang melewati arena. Dari sisi kanan kiri jalan banyak dari mereka yang antusias mengabadikan annual moment yang bisa dibilang sangat langka itu. Terlihat dari tangan mereka yang terus menyorot lewat kamera satu persatu peserta karnaval yang sebagian besar adalah jama’ah tarekat tasawuf mesir, tidak sedikit pula dari mereka yang ikut menikmati ’parade cinta rosul’ yang ditembangkan oleh peserta karnaval lewat qashâid dan madâih nabawiyah disepanjang rute antara masjid sayyidi jakfari sampai pelataran masjid sayyidina Husein.

Dengan disaksikanya oleh banyak turis manca tersebut kita semua berharap semoga karnaval cinta yang kurang lebih berjarak satu kilo meter ini cukup bisa meluruskan ’imej miring’ mereka terhadap islam. Islam bukan agama teror, sebagaimana rosulullah Saw bukan seorang teroris. Rosulullah tidak membawa rudal atau pedang di tanganya, namun cinta dan ketulusan hati lah yang terselip dalam misi risalah itu di bentangkan dalam luasnya jagat raya.

Adzan maghrib pun berkumandang, seluruh peserta berbondong-bondong memasuki ruangan masjid agung sayyidina husein untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Selepas maghrib acara dilanjutkan dengan ‘wejangan’ dari dua ulama besar mesir yaitu syeikh Hasan al syanawi selaku ketua mejelis tinggi tarekat sufi mesir dan Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim mantan rektor al Azhar University kairo.

Dalam pidatonya yang berdurasi kurang dari lima belas menit itu, beliau mengatakan dengan mengutip surat yunus ayat 58[1], bahwa sudah selayaknya manusia bersuka cita atas diutusnya ’Rahmat’ ke muka bumi ini, jangan sebaliknya. Artinya di utusnya Rosulullah Saw untuk memberikan petunjuk sekaligus menerangi jalan selamat menuju ’nirwana’, dan sekali lagi bukan untuk membebani.

kemudian sesi kedua dilanjutkan oleh Dr. Umar hasyim. Profesor hadits jebolan azhar university itu menjelaskan bahwa tujuan utama di adakanya acara maulid ini adalah untuk mengingat profil manusia hebat, tokoh dunia yang tiada duanya, dialah Rosulullah Saw. bagaimana tidak, ketika kita membaca seri tokoh dunia yang tercatat dalam sejarah, apakah kita pernah mendapati seseorang yang keseharianya tercatat dalam buku sejarah? Mulai dari bangun tidur hingga mau tidur lagi? Beda dengan kanjeng rosul Saw, mulai bangun tidur, beliau berdoa kemudian sifat-sifat tidurnya. Bahkan sampai buang airnya pun tercatat dengan tinta emas sejarah peradaban umat manusia. Masihkah kita meragukan kehebatan Rosulullah Saw di balik sisi ke’manusia’an nya? Hasya lillah...

Happy birth day to our prophet PBUH….

Sanah helwa ya gamil Saw.....

Selamat ulang tahun wahai baginda Saw...

Nadlrah ya sayyidi ya rosulallah Saw...

Madad ya sayyidi ya rosulallah Saw...

Maulaya shalli wa sallim dâiman abada…

‘ala habibiKa khairil kholqi kullihim…

Huwa al habibu alladzi turja syafâ’atuhu...

Li kulli haulin min al ahwali al muqtahimi...

Wahai Tuanku, semoga shalawat serta salam Mu senantiasa tercurah...

Kepada kekasihMu, profil manusia terbaik di alam raya...

Dia lah kekasih yang selalu diharap akan syafaatnya...

Atas segala bencana yang membawa mala bahaya...



[1] Qul bi fadhli Allahi wa birahmatihî fa bi dzâlika fal yafrohû huwa khoirun mimma yajma’ûn. Yang artinya, “katakan (wahai muhammad), karena kemuliaan Allah –dengan mengutusku- dan rahmat-utusan- itu maka berbahagialah kalian, Karen hal itu jauh lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.